Senin, 15 September 2008

Presiden 2009 Harus lebih Baik


PDF Print E-mail


JAKARTA Pemerintahan baru pasca-Pemilihan Presiden (Pilpres) 2009 mendatang diharapkan lebih baik lagi dari pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono-Yusuf Kalla. Presiden Partai Demokrasi Kebangsaan (PDK) Ryaas Rasyid menyatakan bahwa proses pergantian pemerintahan pasca reformasi menunjukan grade yang cenderung meningkat.

Dimata mantan Menteri Otonomi Daerah ini, kepemimpinan nasional terus mengalami peningkaan dari kepemimpinan Abdurahman Wahid (Gus Dur) hingga Presiden Susillo Bambang Yudhoyona (SBY). Meskipun kepemimpinan Gus Dur mampu meletakan fondasi proses demokrasi, jika dibandingkan dua presiden penerusnya, era Gus Dur merupakan yang terburuk. “Sistem pemerintahannya paling tidak rapi dan tidak stabil karena berulang kali terjadi pergantian kabinet,” ujarnya di kantor redaksi Harian Seputar Indonesia (SINDO), jumat (8/8) lalu. Menurut dia pemerintahan Megawati sedikit lebih baik dari Gus Dur karena Mega mampu menciptakan kestabilan politik. Namun kelemahan pemeritahan Megawati adalah kurangnya komunikasi sehingga terkesan pemerintahan yang tertutup. Ryaas menyatakan, penggantian dari Megawati ke SBY memberikan harapan baru bagi masyarakat karena komunikasinya dianggap berhasil. Hanya SBY merasa dirinya yang paling hebat sehingga menimbulkan koordinasi yang kurang bagus di tubuh pemerintah. Selain itu SBY mempunyai kelemahan kurang tegas dalam mengambil keputusan. “Banyak upacara tetapi sedikit perubahan. Banyak rapat tetapi sedikit keputusan,” ujarnya. Dia menilai meski SBY lebih bagus dari Mega, SBY gagal membentuk organisasi pemerintahan yang ramping, efisien, profesioanal, dan produktif. “kalau sekarang jumlah menteri di kabinet saja ada 34, sama dengan jumlah porpol. Jumlah ini mirip dengan kabinet padat karya karena direkrut bukan berdasarkan kompetensinya,” selorohnya. Ke depan, pakar pemerintahan dan otonomi daerah ini mendorong agar pemerintahan yang baru agar memenuhi tiga ukuran, yakni kepemimpinan yang baik, manajemen dan sistem administrasi yang bersih, serta program prioritas berdasarkan kebutuhan rakyat. “Pemimpin yang baik itu berarti harus cerdas, amanah, dan jujur, sedang administrasi yang bersih artinya efectif, efisien, akuntabel, profesional, produktif dan efektif,” katanya. Sementara itu program prioritas berdasarkan kepentingan rakyat artinya membawa rakyat masuk kepemerintahan dan mengembalikan pemerintahan kepada rakyat. “Rakyat dan kepentingan rakyat harus selalu hadir dan menjadi referensi utama dalam pengambilan keputusan tentang kebijakan,” ujarnya. Ryaas yang didampingi para pengurus DPN PDK, menilai persoalan yang di hadapi bangsa ini belum adanya tiga ukuran tersebut. Karena itu, PDK sebagai partai merasa punya tanggung jawab moral terhadap kondisi ini. “Jadi, PDK memang lahir karena ingin mengorekasi keadaan pemerintahan saat ini. Kalau sudah baik ngapain juga bikin partai,” ungkapnya. Selama ini perekrutan menteri dinilai sekedar menampung perwakilan partai. “perekrutan ini menjadi alat transaksi politik, organisasi pemerintahan sekarang sangat gemuk akibat tingginya kompromi pembagian kekuasaan,” ujarnya. Sementara itu, Ketua DPN PDK Joseph Renyut menyatakan, dengan menawrakan perbaikan pada system pemerintahan, PDK mencoba untuk menjadi parpol modern dan tetap menyasar pada pemilih rasional. “Semua yang mencari terobosan rasional pasti mempertimbangkan PDK,” tandasnya.

KPH Anglingkusumo Siap Bersaing dengan Sultan

KPH Anglingkusumo Siap Bersaing dengan Sultan PDF Print E-mail
Written by Administrator
Wednesday, 07 July 2004

PENGARUH para kerabat keraton di Jawa ternyata masih menarik bagi partai-partai politik. Selain Sri Sultan Hamengku Buwono X yang lebih dulu bergabung dengan Partai Golkar, kini menyusul KPH Anglingkusumo yang memilih bergabung dengan Partai Persatuan Demokrasi Kebangsaan (PDK) pimpinan Ryaas Rasyid.

Saudara tiri Wakil Gubernur DI Jogjakarta Paku Alam IX itu pun langsung dipercaya menduduki salah satu posisi ketua di partai pemilik empat kursi di DPR tersebut. "Ada sejumlah pertimbangan saya memilih partai ini," ujar Anglingkusumo di Jakarta Sabtu lalu (5/7).

Dia mengungkapkan, selain sudah pasti bisa ikut pemilu, PDK juga dimotori beberapa tokoh yang sepemikiran dengan dirinya. Terutama, kata Anglingkusumo, semangat pemikiran Ryaas Rasyid yang merupakan pakar otonomi daerah. "Tapi, sebenarnya juga ada pertimbangan lain yang lebih merujuk pada petunjuk batin," ujar kepala Museum Puro Pakualaman tersebut.

Anglingkusumo mengaku, mendapatkan mimpi sesaat sebelum menerima lamaran PDK. "Memang sulit dinalar, tapi saya benar-benar mimpi diajak terbang naik pesawat anak saya (menantu, Red) yang lebih dulu bergabung di sana," katanya sambil tersenyum.

Padahal, lanjut dia, beberapa partai lain juga memberikan tawaran yang sama. Antara lain, Partai Hanura pimpinan Wiranto dan Partai Karya Peduli Bangsa pimpinan R Hartono. "Tapi, saya sudah mantap di sini, bahkan siap bersaing dengan Sultan dalam Pemilu 2009," ujar alumnus Teknik Sipil UGM itu. (dyn/nw)

Aturan Pemekaran Wilayah Perlu Diubah

Ryaas Rasyid: Aturan Pemekaran Wilayah Perlu Diubah PDF Print E-mail
Written by Administrator
Monday, 07 July 2008


Mataram (ANTARA News) - Pakar otonomi daerah, Prof. DR. Ryaas Rasyid, berpendapat bahwa untuk mengurangi beban anggaran negara akibat pembentukan daerah otonomi baru, pemerintah perlu melakukan revisi terhadap aturan mengenai pemekaran wilayah.

Menurut Rasyid, membengkaknya alokasi anggaran untuk pemekaran wilayah hanya bisa dicegah dengan mengubah undang-undang dan struktur APBN tentang alokasi bantuan daerah. Upaya pemekaran wilayah yang tidak terkendali membutuhkan ketegasan pemerintah.

Dalam acara Musyawarah Nasional (Munas) ke-3 Perhimpunan Keluarga Besar Pelajar Islam Indonesia (KBPII) di Mataram, Nusa Tenggara Barat (NTB), Jumat, Ryaas Rasyid menyebut bahwa DPR pun "bermain-main" dengan aturan dan UU itu telah membuka peluang terjadinya pemekaran wilayah secara sporadis.

"Masyarakat pun mendukungnya sehingga terjadi kombinasi kepentingan antara pemerintah daerah, unsur legislatif dan masyarakat. Apalagi undang-undang memungkinkan," ujarnya.

Menurut Ketua Umum Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Perhimpunan KBPII periode 2005-2008 itu, masyarakat dan wakilnya di DPR cenderung mendukung upaya pemekaran wilayah agar dapat memperoleh bantuan dana APBN dalam jumlah banyak.

Sistem pengalokasian dana bantuan APBN untuk kemajuan daerah mengikuti cakupan wilayah sehingga daerah dituntut untuk memekarkan wilayah agar mudah mendapatkan dukungan dana pusat itu.

"Logika sederhanaya yakni jika ingin mendapat APBN dalam jumlah yang besar maka lakukan pemekaran wilayah atau bikin daerah baru. Tentu masyarakat dan wakil rakyatnya mendukung," ujar Rasyid.
(*)